Senin, 10 Januari 2011

peranan koperasi dimasa sekarang

Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki
kepentingan relatif homogen berhimpun untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup
strategis bagi anggotanya dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada
gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian
misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong
peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan. Selama era tahun 1980-an,
koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang
diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi
produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal
penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan,
RMU sampai dengan pemasaran gabah atau beras. Meskipun demikian dari sisi
konsumsi, ketersediaan bahan pangan bagi konsumen seringkali menjadi bahan
perbincangan sebab jaminan kualitas dan kuantitas tidak selalu terpenuhi.
Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring
dengan berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan kondisi
tersebut membawa konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan.
Secara konseptual liberalisasi ekonomi dengan menyerahkan kendali roda
perekonomian kepada mekanisme pasar ternyata dalam prakteknya belum tentu
secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau kecil. Kondisi
yang relatif identik berlangsung di sektor pangan dan diperkirakan karena belum
tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam mengantisipasi perubahan yang
sudah terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam pengadaan pangan dan
penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket skim kredit
pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit pupuk
bersubsidi maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada
mekanisme pasar. Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan
pertanian dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah
apabila terdapat pengamat yang menyatakan bahwa pemerintah tidak lagi
memiliki konsep dan program pembangunan koperasi yang secara jelas
memposisikan koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang
menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000)
terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM,
2003). Fakta ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam
bidang pangan, meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi
model-model pelayanan dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung
pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa
selama tiga tahun terakhir (tahun 2001–2003), terdapat kesenjangan antara
produksi padi dan jagung dengan kebutuhan konsumsi yang harus ditanggulangi
dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam negeri dewasa ini
menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius. Ketahanan pangan
adalah kondisi terpenuhinya dan tersedianya pangan yang cukup baik jumlah
maupun mutunya dan terjangkau oleh rumahtangga. Konsep ketahanan pangan
lebih ditekankan pada konteks penawaran (supply side) yang tidak terpisahkan
dari proses distribusi dan pemasaran hingga ke pintu konsumen.
Bertitik tolak dari kondisi empirik tersebut, terdapat pemikiran untuk
meninjau kembali peran koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional,
khususnya di sektor perberasan. Oleh karena itu, Kementerian Negara Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) menganggap penting
dilakukannya suatu kajian strategis mengenai peran koperasi dalam menunjang
ketahanan pangan nasional.
1.2. Dimensi Permasalahan
Perubahan kebijakan pemerintah dalam distribusi pupuk dan pengadaan
beras memberikan dampak serius bagi ketahanan pangan nasional. Kepmen
Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada
koperasi/ KUD menyalurkan pupuk kepada petani. Dampak kebijakan ini adalah
petani mudah memperoleh pupuk, tepat waktu, dan harga terjangkau (memenuhi
Prinsip 6 Tepat). Kini kebijakan tersebut telah berubah menjadi Kepmen Perindag
Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004 yang membebaskan penyaluran pupuk dilakukan
baik oleh swasta maupun koperasi/KUD. Dampak perubahan kebijakan ini adalah
terjadinya kelangkaan persediaan pupuk bagi petani, harga pupuk lebih tinggi
di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), kecenderungan monopoli penyaluran pupuk
oleh swasta, yang dengan sendirinya peran koperasi/KUD dalam penyaluran
pupuk menurun. Penurunan peran koperasi terlihat dari hanya 40 % atau 930 unit
dari 2.335 KUD (saat koperasi/KUD memiliki kewenangan penuh) terlibat dalam
tataniaga pupuk. Dalam kenyataannya jumlah inipun sulit teridentifikasi.
Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi
dari 8.427 koperasi sebelum krisis (tahun 1997) menjadi 7.150 koperasi setelah
krisis (tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalam
menunjang ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003). Padahal
koperasi selama ini telah memiliki sejumlah fasilitas penunjang (gudang, lantai
jemur, RMU, dan lain-lain) yang mendukung pengadaan produksi gabah/beras,
dan koperasi mewadahi sejumlah besar petani padi. Akumulasi kelangkaan dan
kenaikan harga pupuk dengan penurunan peran koperasi berdampak serius bagi
peningkatan produksi gabah/beras petani, dan mengindikasikan bahwa
kemampuan ketahanan pangan dari sisi penawaran (supply side) melemah.
Kekurangan produksi gabah/beras di dalam negeri selanjutnya akan dijadikan
alasan untuk membuka impor beras meskipun kita tahu bahwa hal ini mengancam
dan merugikan para petani.
Dalam hal pengadaan gabah/beras dan penyalurannya kepada konsumen,
kini tidak ada lagi skim kredit bagi koperasi untuk pembiayaan usaha pembelian
dan pemasaran pangan. Juga sesuai Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres
Nomor 9 tahun 2002 tentang kebijakan perberasan, maka koperasi tidak berfungsi
lagi sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah, tidak ada lagi kebijakan harga
dasar di tingkat petani, dan harga dasar pembelian gabah/beras petani hanya
ditetapkan oleh Bulog. Disini terdapat dua konsekuensi penting yaitu petani harus
memasuki mekanisme pasar, dan mereka harus menjamin kualitas gabah/beras
yang ditetapkan Perum Bulog. Petani diduga memiliki bargaining position yang
lemah dan karena itu akan sangat merugikan mereka dalam hal stabilitas
produksinya, tingkat pendapatannya, dan harga yang wajar diterima terutama
pada waktu panen raya.
Dalam kondisi mekanisme pasar yang belum menjamin posisi petani, dan
bahkan belum tentu juga menjamin ketersediaan pangan nasional, koperasi hadir
mengangkat posisi petani dan dapat menjamin ketersediaan pangan nasional.
Koperasi yang selama ini sudah eksis sebenarnya memiliki peran mendasar
dalam penguatan ekonomi petani yakni melalui penjaminan ketersediaan pupuk
dan harga terjangkau bagi petani, penanganan dan pengolahan gabah petani
di saat surplus maupun defisit produksi, penjaminan nilai tukar dan income petani,
membuka berbagai akses teknologi, informasi, pasar, dan bisnis kepada petani.
Dalam tujuan ketahanan pangan, koperasi telah mengembangkan beberapa
model pengamanan persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung
pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Model-model ini berperan menjamin
persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi maupun daerah defisit
pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor beras yang
sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan nasional. Karena itu
bagaimana memerankan koperasi sebagai lembaga ekonomi petani dan
penguatan agribisnis di dalam perekonomian pasar sangatlah diperlukan.
Berdasarkan masalah di atas perlu dianalisis sejauh mana efektifitas
perubahan kebijakan pemerintah dimaksud (distribusi pupuk dan pengadaan
beras) yakni menyalurkan pupuk kepada petani guna meningkatkan produksi
gabah dan pengadaan gabah/beras untuk pencapaian ketahanan pangan bagi
masyarakat. Juga perlu dikaji pengembangan model bank padi, lumbung pangan,
dan sentra-sentra pengolahan padi guna memperkuat ketahanan pangan
nasional.

Perkembangan Koperasi di Indonesia

Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia

Sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini, merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman pelaksanaan Koperasi. Kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun itu dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah Arisan untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, paketan, mitra cai dan ruing mungpulung daerah Jawa Barat, Mapalus di daerah Sulawesi Utara, kerja sama pengairan yang terkenal dengan Subak untuk daerah Bali, dan Julo-julo untuk daerah Sumatra Barat merupakan sifat-sifat hubungan sosial, nonprofit dan menunjukkan usaha atau kegiatan atasdasar kadar kesadaran berpribadi dan kekeluargaan.

Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kekeluargaan, kegotongroyongan, hubungan social, nonprofit dan kerjasama disebut Pra Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi terutama di pedesaan masih dijumpai, meskipun arus globlisasi terus merambat ke pedesaan.

Kemajuan ilmu oengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah wajah dunia. Berbagai penemuan di bidang teknologi ( revolusi industri ) melahirkan tata dunia ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjajdi terpusat pada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ). Kaum kapitalis atau pemilik modal memanfaatkan penemuan baru tersebutdengan sebaik-baiknya untuk memperkaya dirinya dan memperkuat kedudukan ekonominya. Hasrat serakah ini melahirkan persaingan bebas yang tidak terbatas. Sistem ekonomi kapitalis / liberal memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah.

Dalam kemiskinan dan kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki nasibnya sendiri dengan mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi pertama di Inggris yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles Howart. Di Jerman, Frederich Willhelm Raiffeisen dan Hermann Schulze memelopori Koperasi Simpan Pinjam. Di Perancis, muncul tokoh-tokoh kperasi seperti Charles Fourier, Louis Blance, dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark. Denmark menjadi Negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan ekonominya melalui koperasi.

Kemajuan industri di Eropa akhirnya meluas ke Negara-negara lain, termasuk Indonesia. Bangsa Eropa mulai mengembangkan sayap untuk memasarkan hasil industri sekaligus mencari bahan mentah untuk industri mereka. Pada permulaannya kedatangan mereka murni untuk berdagang. Nafsu serakah kaum kapitalis ini akhirnyaberubah menjadi bentuk penjajahan yang memelaratkan masyarakat.

Bangsa Indonesia, misalnya dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad dan setelah itu dijajah Jepang selama 3,5 tahun. Selama penjajahan, bangsa Indonesia berada dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Penjajah melakukan penindsan terhadap rakyat dan mengeruk hasil yang sebanyak-banyaknya dari kekayaan alam Indonesia. Penjajahan menjadikan perekonomian Indonesia terbelakang. Masyarakat diperbodoh sehingga dengan mudah menjadi mangsa penipuan dan pemerasan kaum lintah darat, tengkulak, dan tukang ijon.

Koperasi memang lahir dari penderitaan sebagai mana terjadi di Eropa pertengahan abad ke-18. Di Indonesia pun koperasi ini lahir sebagai usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang ditindas oleh penjajah pada masa itu.

Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam “ dua masa ”, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan.

Masa Penjajahan

Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto ( Banyumas ) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga ( koperasi konsumsi ). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi. Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partaui Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan semangat kooperasi sehuingga kongres ini sering juga disebut “ kongres koperasi ”.

Pergerakan koperasi selam penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancer. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :

  1. mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
  2. akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
  3. ongkos materai sebesar 50 golden
  4. hak tanah harus menurut hukum Eropa
  5. harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjurkoperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “ Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari perturan 1915. isi peraturan No. 91 antara lain :

  1. akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
  2. ongkos materai 3 golden
  3. hak tanah dapat menurut hukum adat
  4. berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat

Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kemabli. Pada tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kamntor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengallami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.

Masa Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.

Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai memenfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S / PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada atahun 1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :

  1. mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
  2. menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
  3. menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputiuasab Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai berikut :

  1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
  2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
  3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
  4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :

  1. kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
  2. pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
  3. pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah

Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :

  1. menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
  2. memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
  3. memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil
Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalutrkan bantuan berupa kredit melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fubgsi koperasi di kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi.

hasil wawancara koperasi sekolah SMP 8 jakarta

HASIL WAWANCARA DENGAN PIHAK KOPERASI SEKOLAH SMP 8 JAKARTA

Koperasi sekolah SMP 8 JAKARTA berdiri pada tahun 2005
Modalnya di dapat dari pihak sekolah dan keuntunganya untuk pihak sekolah juga.
Keuntungannya dibagi rata antara pengurus,anggota koperasi dan pihak sekolah.

Barang-barang yang dijual di koperasi ini meliputi :

  • Alat-alat tulis
  • Seragam sekolah
  • Kerudung untuk seragam sekolah
  • Makanan dan minuman ringan
  • Alat-alat kebersihan