telaah undang-undang monopoli&oligopoli
Kementerian Perdagangan (Kemendag) diminta mengevaluasi pasar perdagangan yang dinilai makin mendekati pola monopoli atau oligopoli (pemodal besar).
Pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, praktik liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas oleh pemerintah melalui Kemendag sudah memundurkan industri dalam negeri dan sektor produktif lain.
Erani menganggap mindset Menteri Perdagangan Mari Elka Pengestu sudah sangat pro perdagangan bebas dan mekanisme pasar seutuhnya. Apalagi pemerintah yakin dengan pola yang dijalankan saat ini bisa menjadi masa depan perekonomian Indonesia.
Padahal, penghentian penerapan mekanisme pasar dan pemberlakuan pasar bebas bisa dimulai pemerintah dengan cara mengganti orang yang punya visi bertolak belakang dengan ekonomi konstitusi.
“Dalam hal ini, Menteri Perdaganganlah yang visinya bertolak belakang. Saya sangat setuju jika Mari Elka Pangestu diganti,” ujarnya.
Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam penelitiannya mendapati pedagang di pasar tradisional dan warung pinggir jalan mengalami penurunan omzet rata-rata 10 persen.
Ini merupakan dampak pem- bangunan pasar modern seperti hypermarket, supermarket dan minimarket yang begitu pesat tanpa kontrol sampai pelosok pedesaan.
Pasar modern berekspansi di dalam negeri dengan bebas setelah adanya kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF) serta sejalan dengan ketentuan World Trade Organization (WTO). Dalam hal ini, Indonesia dipaksa membuka pasar bagi ritel modern secara jor-joran.
Imbas perdagangan bebas yang kebablasan itu, menurut anggota Komisi VI DPR Erik Satrya Wardhana, membuat daya saing makin merosot. Terus membanjirnya produk impor juga menjadikan pelaku UKM (usaha mikro, kecil dan menengah) banyak yang gulung tikar.
“Saat ini tidak ada pedoman atau pondasi yang kuat seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan yang sampai sekarang belum selesai dikerjakan Kemendag,” kata Satrya.
Padahal, menurut dia, RUU itu konsepnya sudah dibuat oleh pemerintah, dalam hal ini Kemendag. Namun, RUU tersebut belum rampung juga padahal sudah bertahun-tahun. Karena itu, sikap pemerintah yang tidak ingin merampungkan RUU tersebut sebagai bukti komitmen mereka terhadap WTO.
“DPR telah berkali-kali menegur pemerintah melalui rapat kerja dengan Kemendag. Sayangnya, Kemendag selalu beralasan kalau rancangan tersebut belum selesai karena masih digodok atau dipersiapkan,” tukas Satrya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor barang Januari 2011 secara keseluruhan naik 4,55 persen dibanding Desember 2010, atau naik 32,22 persen dibanding Januari 2010 terutama masih didominasi barang-barang non migas.
Total impor barang non migas selama bulan pertama 2011 tercatat 9,58 miliar dolar AS. Paling banyak berupa golongan barang mesin dan peralatan mekanik serta mesin dan peralatan listrik. Nilai impor golongan barang mesin dan peralatan mekanik sebanyak 1,72 miliar dolar AS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar